Indonesia mulai melakukan berbagai inovasi-inovasi guna mewadahi kemampuan generasi penerus bangsa. Beberapa perubahan kurikulum yang nampak dari tahun 1947 hingga tahun 2006 adalah fokus pendidikan yang mulai tergerak untuk memaksimalkan kemampuan-kemampuan unik dari masing-masing individu siswa. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kaltim, H. Musyahrim mengatakan jika ditinjau dari sisi yuridis UUD 1945, maka pengembangan kurikulum harus diarahkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti pendidikan harus mampu mengembangkan potensi semua anak Indonesia, sesuai dengan kondisi masing-masing anak.
Kegiatan pendidikan yang dilakukan tidak lagi hanya berfokus pada pembelajaran siswa secara umum, namun telah bergerak lebih luas untuk mengembangkan kemampuan khusus dari beberapa siswa berbakat dengan program percepatan belajar atau yang biasa disebut dengan akselerasi. Menurut survey yang dilakukan oleh National Accociation of Gifted Children tahun 2004-2005 (dalam Hallahan & Kauffman, 2010) dari 33 bagian negara sebesar 2.07 % hingga 16% siswa teridentifikasi berbakat rendah sampai tinggi. Jumlah pelajar pada tingkatan SD, SLTP, SMU Negeri dan Swasta di Indonesia sangat besar, yakni mendekati 58 juta. Dari keseluruhan jumlah pelajar ini, 8 juta siswa merupakan pelajar SMU, dan 50 juta merupa kan pelajar SD-SLTP.
Indonesia memiliki sekitar 1,3 juta anak usia sekolah yang berpotensi cerdas istimewa dan bakat istimewa (CIBI) atau gifted-talented (Cahyono, 2009). Program khusus akselerasi memiliki tujuan membantu siswa berbakat da lam mengembangkan potensinya secara maksimal, termasuk juga menyelesaikan tugas perkembangan sebagai siswa. Siswa berbakat diberi fasilitas khusus untuk mencapai kematangan intelektual yang nampak pada performa akademis. Banyak hal yang mempengaruhi performa akademis siswa. Meijer & Wittenboer (2003) menemukan adanya hubungan antara kurang tidur yang kronis, hasrat belajar, intelegensi, dan motivasi terhadap performa akademis. Banyak penelitian yang menunjukkan adanya korelasi antara capaian akademis danmotivasi, dimana motivasi berprestasi siswa juga dianalisa. Hasilnya menunjukkan kebutuhan berprestasi sebagai faktor utama dari komitmen siswa dan berkorelasi dengan performa akademis siswa (McEwan, Golden Ger, 1999, Greene,dkk, 2004, Martin, Liem, 2010, dalam Kolodziej, 2010).
Motivasi berprestasi merupakan hal yang krusial dalam pembelajaran dua arah, yakni sebagai faktor dan tujuan belajar (Tempelaar, dkk, 2010). Motivasi berprestasi akan mengindikasikan kegunaan seluruh waktu dan tenaga untuk mencapai s tandart objektif yang telah ditentukan sebelumnya (Baykara, 1999, dalam Hassanzaneh&Mahdinejad). Keunikan dari motivasi berprestasi lainnya adalah konstruk orientasi tujuan dari belajar, kepercayaan menunjukkan alasan mengapa siswa berusaha untuk berprestasi secara akademis (Pintrich, dalam Wentzel, 2009). Siswa yang berada pada kelas akselerasi telah melewati serangkaian penjaringan dan penyaringan dengan menggunakan tes intelegensi, kemudian tes kreatifitas, dan skala task commitment (Departemen pendidikan nasional, 2009).
Meskipun anak berbakat seringkali bermotivasi tinggi, hal ini tidak dapat digeneralisasikan dalam ketrampilan praktis di kelas (Janos & Robinson, 1985, Robinson & Noble, 1991, dalam Hoekman, 2014).
Hal ini muncul pada screening awal ya ng dilakukan oleh peneliti pada kelas X akselerasi di SMA 1 Gresik yang menunjukkan bahwa sebayak 41% siswa di kelas akselerasi memiliki nilai motivasi berprestasi dibawah rata-rata. Download Jurnal Lengkap : Klik Disini