Pelajar Indonesia memerlukan kemampuan menulis berbahasa Inggris. Menulis dalam Bahasa Inggris sering dijadikan tugas dan pekerjaan dalam dunia pendidikan. Misalnya penulisan skripsi mengharuskan mahasiswa untuk menuliskan abstrak dalam Bahasa Inggris. Pada siswa usia sekolah sering diberikan tugas menulis karangan atau essay untuk mata pelajaran Bahasa Inggris. Tulisan siswa atau mahasiswa dituntut untuk memberikan hasil maksimal, untuk mencapai nilai maksimal dalam tugas-tugasnya. Tulisan harus terstruktur, runtut, jelas dan menarik untuk siapapun yang akan membacanya (English First, 2013). Dalam mencari pekerjaan pun pelamar tidak sedikit, sehingga setiap pelajar yang baru saja lulus akan berhadapan dengan persaingan ketat.
Namun pada kenyataannya, kemampuan menulis pelajar Indonesia masih kurang. Penelitian atas mahasiswa fakultas Sastra Inggris di Universitas Negeri Malang menyatakan bahwa dari 14 mahasiswa, ada 7 mahasiswa yang memperoleh rentangan skor rendah sampai sangat rendah. (Widiati, 2008). Aruan (2010) dalam penelitiannya menemukan kemampuan mahasiswa hanya mencapai 40% saja dalam menulis thesis statement dalam tugas essay mereka. Padahal mahasiswa dituntut untuk mahir menulis essay, sebagai bekal untuk menulis skripsi atau tugas akhir mereka (Aruan, 2010). Karena itu para pelajar perlu mengembangkan kemampuan menulis berbahasa Inggris mereka. Alan Maley (Teaching English, 2009) mengatakan bahwa untuk mengem bangkan kemampuan menulis dibutuhkan kreativitas dalam membuat tulisan. Para pelajar harus kreatif dalam mengolah dan menyusun kata-kata menjadi suatu tulisan menarik dan layak untuk dibaca. Oleh sebab itu untuk mengembangkan kemampuan menulis para pelajar perlu mengembangkan kreativitasnya dalam menulis.
Kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru yang mencakup divergent thinking, yaitu proses menyusun gagasan-gagasan baru yang berbeda (Kaufman, 2009). Menurut Guilford, kreativitas memiliki empat aspek utama atau aspek kunci (key aspect), yaitu kelancaran (fluency), kelenturan (flexibility), originalitas atau keunikan (originality), dan elaborasi (Kaufman, 2009; Kaufman & Sternberg, 2010; Fugate et al, 2013). Menurut Adele Ramet (2007), cara utama untuk meningkatkan kreativitas dalam menulis adalah dengan menulis setiap hari.
(Widiati, 2008; Razawi, et al, 2011; Camp, 2012). Selain kegiatan menulis terus-menerus, individu juga membutuhkan latihan membaca (Ramet, 2007; Hall, 2013). Writing dan reading tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kreativitas menulis dapat berkembang apabila ia memiliki kesempatan untuk terus membaca dan menulis secara mandiri (Kaufman & Kaufman, 2009; Widiati, 2008). Banyak pelajar masa kini yang tidak termotivasi untuk menulis dalam Bahasa Inggris (Widiati, 2008). Para pelajar juga cenderung tidak termotivasi untuk membiasakan diri membaca tulisan berbahasa Inggris. Suatu penelitian yang dilakukan pada para mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya (Kartika & Mastuti, 2011) menemukan bahwa kebanyakan subyek menghabiskan waktu untuk membaca literatur berbahasa Inggris hanya tiga puluh menit sampai satu jam, dalam frekuensi seminggu sekali . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para pelajar saat ini masih kurang termotivasi untuk membaca tulisan berbahasa Inggris. Menurut Ludewig dan Swan (2007), segala sesuatu yang dianggap tidak menyenangkan akan sering dihindari. Kegiatan membaca dan menulis berbahasa Inggris dianggap sebagai suatu yang tidak menyenangkan sehingga parapelajar tidak termotivasi untu k melakukannya. Kurangnya kebiasaan menulis dan membaca menghambat perkembangan kreativitas individu dalam menulis. Karena itu pelajar perlu dimotivasi untuk berlatih menulis dan membaca. Ludewig dan Swan (2007) mengatakan bahwa segala sesuatu yang dianggap menyenangkan oleh individu dapat menjadi sumber motivasi dan akan cenderung sering dilakukan. Amabile (dalam Kaufman & Kaufman, 2009) menyatakan bahwa motivasi instrinsik sangat penting dalam mendukung perkembangan kreativitas. Apabila individu menyukai kegiatan yang dilakukannya, maka individu tersebut akan semakin banyak melalui proses kreatif.
Salah satu kegiatan yang menyenangkan adalah play atau bermain (Ludewig dan Swan, 2007). Bermain dapat memotivasi individu untuk belajar dan bahkan mampu mendukung perkembangan kognitif (Singer, 2006). Dalam bermain, terjadi proses kognitif yang berperan penting dalam perkembangan kemampuan pemecahan ... Download Jurnal Lengkap : Klik Disini