Kekerasan dalam pacaran merupakan masalah yang terjadi di seluruh dunia (Finkelhor & Dziuba-Leatherman, 1994 dalam Werkele & Wolfe, 1999). Di Indonesia, dalam periode November 2010 - Oktober 2011, kasus kekerasan dalam pacaran mencapai 98 kasus. Diketahui bahwa Surabaya merupakan kota dengan jumlah kasus kekerasan dalam pacaran terbesar di Jawa Timur, yaitu sebanyak 32 kasus. Korban kekerasan dalam pacaran terbanyak terjadi pada remaja usia 13-17 tahun dengan jumlah 63 kasus dan 17 kasus pada usia 18-24 tahun (SA-KPPD Surabaya, 2011).
Survey terbaru yang dilakukan oleh SeBAYA PKBI Surabaya pada akhir tahun 2012 dibeberapa SMP dan SMA di Surabaya, didapatkan sejumlah 170 kasus kekerasan dalam pacaran. (“Kekerasan dalam”, 2013). Data terbaru yang diambil dari surat kabar yang menyebutkan bahwa terdapat lima kasus kenakalan remaja terbanyak per April 2013 menurut Bapemas KB Kota Surabaya. Kasus dengan jumlah terbanyak adalah permasalahan keluarga (kekerasan masa pacaran, kesalahan pola asuh, kurang perhatian) yakni 153 kasus (“Risma Prihatin”, 2013).
Selain jumlah kasus kekerasan dalam pacaran yang tinggi, dampak kasus kekerasan dalam pacaran pada remaja cukup signifikan bukan hanya karena khawatir meningkatnya konsekuensi atas kesehatan fisik dan mental (Callahan, dkk., 2003; Coker, dkk., 2000 dalam O'keefe, 2005), tetapi juga karena masalah kekerasan dalam pacaran terkait dengan taraf hidup ketika hubungan romantis dan bentuk interaksi mulai dipelajari yang bisa jadi akan berdampak pada kehidupan dewasanya nanti (Werkele & Wolfe, 1999 dalam O'keefe, 2005). Linehan (1993 dalam Shorey, Zucosky, Brasfield, Febres, Cornelius, Sage & Stuart, 2012) mengidentifikasikan beberapa kemampuan, yang jika seseorang memilikinya maka dapat menghilangkan atau mengurangi terjadinya kekerasan dalam pacaran. Kemampuankemampuan tersebut adalah kemampuan inti yang meliputi kesadaran, kemampuan meregulasi emosi, kemampuan menoleransi keadaan sulit, dan keterampilan interpersonal (seperti, asertif).
Dari beberapa keterampilan tersebut , kemampuan interpersonal, yakni asertif, yang digunakan sebagai aspek yang perlu diteliti lebih lanjut. Kurangnya kemampuan asertif dapat berdampak pada munculnya masalah secara luas (Hersen, dkk., 1973 dalam Gambrill & Richey, 1975). Berdasarkan sebuah jurnal penelitian disebutkan bahwa asertivitas seksual memiliki hubungan negatif dengan kekerasan seksual (Livingston, Testa & VanZile-Tamsen, 2007). Kasus kekerasan dalam pacaran yang terjadi pada remaja, salah satunya dapat disebabkan oleh kurangnya kemampuan asertif. Lewis & Fremouw (2001) menyebutkan bahwa kekurangan keterampilan bersikap asertif menyebabkan kecenderungan terjadinya masalah antar pribadi dalam menetapkan batas-batas dan menyelesaikan konf lik. Hasilnya dapat menimbulkan kerentanan sebagai korban kejahatan perilaku agresif. Download Jurnal Lengkap : Klik Disini