Sewaktu lahir, anda tidak memiliki konsep diri, tidak memiliki pengetahuan
tentang diri sendiri, dan tidak memiliki penghargaan bagi anda sendiri, serta
tidak memiliki penilaian terhadap diri sendiri. Lebih jauh, anda tidak sadar
bahwa anda adalah bagian yang terpisahkan dari lingkungan anda. Caplan
(Sobur, 2003:512-513)
Menurut Erikson (Djaali, 2011:130-132) konsep diri itu berkembang
melalui lima tahap, yaitu sebagai berikut :
(1) Perkembangan dari sense of trust vs sense of mistrust, pada anak usia
1,5-2 tahun. Pada tahap ini akan menciptakan konsep diri yang
didasarkan dari hubungan antara orang tua dengan anaknya. Jika
seorang anak yakin bahwa orang tuanya dapat memberi perlindungan
dan rasa aman bagi dirinya, pada diri anak akan timbul rasa percaya
terhadap orang dewasa yang nantinya akan berkembang menjadi
berbagai perasaan yang sifatnya positif.
(2) Perkembangan dari sense of anatomy vs shame and doubt, pada anak
usia 2-4 tahun. Pada tahap ini dapat mengembangkan sikap mandiri
pada anak, jika anak diberi kesempatan untuk melakukan segala sesuatu
menurut kemampuannya, sekalipun kemampuan yang terbatas, tanpa
terlalu banyak ditolong ataupun dicela. Sebaliknya, anak akan merasa
malu dan ragu-ragu, jika tidak diberikan kesempatan untuk
membuktikan kemampuannya.
(3) Perkembangan dari sense of imitative vs sense of guilt, pada anak usia
4-7 tahun. Pada tahap ini seorang anak mulai menunjukkan rasa ingin
tahunya, jika pada tahap ini anak mendapatkan hukuman dari perilaku
yang menunjukkan rasa ingin tahunya, kelak akan membuat anak
tersebut merasa bersalah dan takut-takut.
(4) Perkembangan dari sense of industry vs inferiority, pada usia 7-12
tahun. Pada tahap ini anak mulai memasuki remaja awal, ia mulai
berkompetisi dan berusaha menunjukkan prestasi. Kegagalan yang
dialami dapat menimbulkan negatif diri jika tidak ada yang memberikan
motivasi dan penguatan.
(5) Perkembangan dari sense of identity diffusion, remaja mulai mencari
tahu siapa dirinya, menentukan jati diri dengan mengumpulkan
informasi dari konsep diri masa lalunya. Jika informasi kenyataan,
perasaan, pengalaman yang dimiliki tidak dapat terintegrasi hingga
membentuk konsep diri yang utuh, maka remaja akan mengalami
kebingungan akan identitas atau konsep dirinya.
Perkembangan konsep diri merupakan proses yang terus berlanjut di
sepanjang kehidupan manusia. Marcel (Rakhmat, 2005:100-101)
mengatakan
“the fact is that we can understand ourselves by starting from the
others, and only by starting from them”
Kita mengenal diri kita setelah mengenal orang lain lebih dahulu.
Bagaimana orang lain menilai diri kita, memberikan respon terhadap diri
kita akan membentuk konsep diri kita.
Calhoun (1995:77) mengemukakan ada empat faktor yang dapat
mempengaruhi pembentukan konsep diri pada individu yaitu:
a. Orang tua
Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal kita alami, dan yang
paling kuat. Individu tergantung pda orang tuanya untuk makanannya,
perlindungannya, dan kenyamanannya. Orang tua memberi kita informasi
yang konstan tentang diri kita.
Coopersmith (Calhoun, 1995:77) menyatakan perasaan nilai diri sebagai
individu berasal dari nilai yang diberikan orang tua kepada individu
tersebut.
Dengan demikian konsep diri pada individu dapat tumbuh berdasarkan nilai
yang diberikan oleh orang tua individu tersebut. Orang tua memberikan
informasi kepada kita mengenai diri kita sendiri, hal inilah yang membuat
kita dapat mengenal diri kita sendiri. Selain itu individu juga dapat
membangun interaksi dengan orang lain. b. Teman sebaya
Kelompok teman sebaya anak menempati kedudukan kedua setelah
orang tuanya dalam mempengaruhi konsep diri. Untuk sementara mereka
merasa cukup hanya mendapatkan cinta dari orang tua, tetapi kemudian
anak membutuhkan penerimaan anak-anak lain dikelompoknya. Jika
penerimaan ini tidak datang, anak digoda terus, dibentak atau dijauhi
maka konsep diri ini akan terganggu. Disamping masalah penerimaan
atau penolakan, peran yang diukir anak dalam kelompok sebayanya
mungkin memiliki pengaruh yang dalam pada pandangannya tentang
dirinya sendiri.
c. Masyarakat
Anak-anak mulai terlalu mementingkan kelahiran mereka, kenyataan
bahwa mereka hitam atau putih, orang Indonesia atau Belanda, anak
direktur atau anak pemabuk. Tetapi masyarakat menganggap hal tersebut
penting, fakta-fakta dan penilaian semacam itu akhirnya sampai kepada
anak dan masuk ke dalam konsep diri.
d. Belajar
Konsep diri dapat diperoleh dengan belajar. Dengan kata lain konsep diri
merupakan hasil belajar dari individu tersebut. Belajar ini berlangsung
secara terus setiap harinya, biasanya tanpa kita sadari.
Hilgart dan Bower (Calhoun, 1995:79) menyatakan bahwa konsep diri kita
adalah hasil belajar, Belajar ini berlangsung setiap hari, biasanya tanpa kita
sadari. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan psikologis yang relatif
permanen yang terjadi dalam diri kita sebagai akibat dari pengalaman.
Dengan demikian konsep diri dapat diperoleh dari hasil belajar yang
biasanya tanpa kita sadari, dan di dalam proses belajar tersebut terdapat
pengalaman yang mengubah psikologis individu. Pengalaman-pengalaman
individu dari hasil berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan yang lebih
luas akan menyebabkan perubahan pada diri individu dalam menilai diri dan
nantinya akan dapat merubah kearah mana konsep dirinya akan dibawa.
Dari teori perkembangan konsep diri tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa konsep diri tumbuh dan berkembang karena dipengaruhi oleh empat
faktor yaitu, orang tua, teman sebaya, masyarakat, dan belajar. Orang tua
adalah kontak sosial pertama yang sangat berpengaruh dalam perubahan
konsep diri individu. Dimana orang tua melindungi, memberi kenyamanan,
pengalaman, nilai dan informasi sehingga membangun interaksi individu
tersebut terhadap orang lain. Faktor kedua yaitu teman sebaya, individu
membutuhkan penerimaan dari teman sebayanya, jika penerimaan ini
terganggu maka konsep diri juga akan terganggu. Selanjutnya yaitu
masyarakat, dimana fakta dan penilaian dari masyarakat tentang warna kulit,
suku, pekerjaan yang bisa mempengaruhi konsep diri. Faktor konsep diri
terakhir adalah belajar, dimana individu mendapatkan konsep dirinya dari
belajar dan pengalaman yang ia alami dan tanpa ia sadari.
Referensi :
- Calhoun, JF. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian Dan Hubungan Kemanusiaan. Semarang: IKIP Semarang Press.
- Djaali. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: BumiAksara.
- Rakhmat, J. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.