1. Pengertian Underachiever
Underachiever adalah sebutan untuk peserta didik yang mengalami underachievement, yaitu suatu kondisi dimana angka prestasi seorang pelajar berada jauh di bawah yang diperkirakan (perkiraan dapat dilakukan dengan pengukuran menggunakan prediktor atau alat tertentu) (Thorndike dalam Smith, 2005). Reis dan McCoach (dalam McCoach dan Siegle, 2003) menyebuktkan bahwa underachiever adalah suatu kondisi dimana peserta didik menunjukkan adanya perbedaan antara prestasi yang diharapkan atau expected achievement (diukur melalui tes akademis terstandar atau pemeriksaan intelektual) dengan prestasi aktualnya (diukur melalui evaluasi guru atau kesesuaian tingkatan kelas / school grade).
Penegakan kondisi underachiever dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti menggunakan suatu prediktor atau alat tertentu (McCoach dan Siegle, 2003), tes akademis terstandar, maupun pemeriksaan intelektual (Reis dan McCoach dalam McCoach dan Siegle, 2003) yang kemudian dibandingkan dengan prestasi aktual yang saat ini dimiliki oleh siswa. Penegakan kondisi underachiever dengan menggunakan prediktor, alat tertentu ataupun tes akademis terstandar dilakukan dengan merancang suatu alat yang dapat memprediksi kemampuan seorang siswa. Universitas Sumatera Utara, misalnya memprediksi kemampuan mahasiswanya dengan memberlakukan sistem seleksi untuk setiap calon mahasiswa yang mendaftar untuk menjadi mahasiswa USU. Sistem seleksi dapat dilakukan dengan beberapa cara, baik melalui evaluasi hasil studi selama duduk di bangku SMA maupun mengikuti ujian tertulis. Latar belakang penerimaan mahasiswa melalui jalur seleksi adalah agar perguruan tinggi negeri dapat memperoleh mahasiswa yang berprestasi akademik tinggi dan diprediksi dapat berhasil menyelesaikan studi di perguruan tinggi berdasarkan prestasi akademik. Apabila seorang mahasiswa yang masuk ke USU melalui jalur seleksi yang telah ditentukan dan kemudian tidak berhasil memperoleh prestasi akademik yang memuaskan, maka mahasiswa tersebut dikategorikan sebagai mahasiswa underachiever. Cara penegakan kondisi underachiever yang kedua adalah dengan melakukan pemeriksaan intelektual. Galagher (dalam Coil, 1999) menyebutkan bahwa siswa underachiever adalah siswa yang memiliki kesenjangan antara nilai akademisnya dengan skor tes inteligensinya. Kowitz (dalam Coil, 1999) menyebutkan bahwa underachiever adalah siswa yang prestasinya berada di bawah level statistik yang diprediksi untuk siswa yang memiliki IQ sama dengan siswa tersebut. Apabila seorang mahasiswa memiliki prestasi akademis yang tidak sesuai/senjang dengan prediksi prestasinya berdasarkan IQ yang dimiliki, maka mahasiswa tersebut dikategorikan sebagai mahasiswa underachiever.
Berdasarkan uraian definisi diatas, dapat dinyatakan bahwa underachiever adalah suatu kondisi dimana suatu kondisi dimana angka prestasi seorang pelajar berada jauh di bawah yang diperkirakan (perkiraan dapat dilakukan dengan pengukuran menggunakan prediktor atau alat tertentu).
2. Faktor-faktor yang Menyebabkan terjadinya Underachiever
Dowdall dan Colangelo, 1982; Reis dan Mc Coach, 2000; dan Whitmore, 1980 (dalam McCoach dan Siegle, 2003) mengemukakan ada beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya underachiever yaitu academic self perception yang rendah, sikap negatif terhadap sekolah, sikap negatif terhadap guru dan kelas, motivasi dan self regulation yang rendah, serta rendahnya goal valuation. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian berikut ini :
a. Persepsi diri dalam Hal Akademis (Academic Self Perception)
Siswa mengembangkan kepercayaan dirinya dengan berbagai cara. Siswa yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadap kemampuan yang mereka miliki biasanya lebih antusias dalam mengikuti berbagai aktivitas. Persepsi seorang peserta didik mengenai kemampuan yang dimiliki akan menentukan jenis kegiatan apa yang dipilih, dan sejauh mana keuletan mereka dalam menjalankan aktivitas tersebut.
Konsep diri akademis meliputi gambarana mengenai evaluasi seorang peserta didik terhadap kemampuan akademisnya (Byrne. 1996; Hattie, 1992; dalam McCoach dan Siegle, 2003). Seorang peserta didik biasanya membandingkan kemampuan yang mereka miliki dengan teman sekelasnya. Ketika seorang peserta melihat bahwa dirinya memiliki kemampuan yang setara atau diatas teman-temannya, maka ia akan mengembangkan konsep diri yang tinggi. Konsep diri akademis merupakan prediktor yang signifikan dalam menentukan prestasi akademis seorang pelajar. Penelitian menunjukkan bahwa prestasi akademis dapat diprediksi hanya dengan melihat konsep diri akademis saja (Lyon dalam McCoach dan Siegle, 2003). Seorang pelajar underachiever biasanya memiliki konsep diri akademis yang rendah (Bruns, 1992; Diaz, 1998; Dowdall dan Colangelo, 1982; Ford, 1996; Supplee, 1990; Whitmore, 1980; dalam McCoach dan Siegle, 2003), oleh karenanya mereka mendapatkan prestasi akademis yang juga rendah.
b. Sikap terhadap sekolah
Sikap terhadap sekolah meliputi ketertarikan dan perasaan seorang pelajar terhadap sekolahnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelajar underachiever memiliki sikap yang negatif terhadap sekolah (Bruns, 1992; Diaz, 1998; Ford, 1996; Frankel, 1965; Mandel dan Marcus, 1988; McCall, Evahn, dan Kratzer, 1992; Rimm, 1995 dalam McCoach dan Siegle, 2003). Penelitian juga menunjukkan bahwa siswa yang berprestasi baik biasanya memiliki ketertarikan terhadap belajar (Weiner dalam McCoach dan Siegle, 2003).
c. Sikap terhadap Guru dan Kelas
Ketertarikan siswa terhadap sekolah berhubungan dengan penggunaan strategi self-regulatory dan motivasi yang dimiliki (Scheifele, 1991; Wigfield, 1994 dalam McCoach dan Siegle, 2003). Kepribadian guru dan kemampuan guru mengatur kelas dapat mempengaruhi prestasi siswa (Peters, Grager-Loidl, dan Supplee dalam McCoach dan Siegle, 2003). Pelajar dengan kondisi underachieber biasanya memiliki masalah dengan figur otoritas seperti guru dan personel sekolah (Mandel dan Marcus 1988; McCall dkk, 1992; dalam McCoach dan Siegle, 2003) dan para pelajar ini biasanya mengembangkan sikap bermusuhan terhadap figur otoritas termasuk guru (Mandel dan Marcus dalam McCoach dan Siegle, 2003). Oleh karena itu, McCoach dan Siegle (2003) menyimpulkan bahwa sikap pelajar terhadap guru dan kelas berhubungan positif dengan prestasi akademis.
d. Motivasi dan Pengaturan Diri (Self Regulation)
Self regulation memiliki kedudukan yang penting dalam prestasi akademis siswa. Self regulation adalah kemampuan seseorang mengarahkan pikiran, perasaan, dan perilakunya untuk meraih tujuan secara sistematis (Zimmerman dalam McCoach dan Siegle, 2003). Self regulation merupakan prediktor yang signifikan untuk menentukan prestasi akademis, dan penggunaan strategi self regulation akan membantu siswa untuk dapat berprestasi di sekolah. Sayangnya, peserta didik yang mengalami underachiever biasanya kurang termotivasi dan tidak memiliki self regulation yang baik. Seorang underachiever bisa saja memiliki pengetahuan mengenai strategi self regulation, namun tidak melakukan usaha untuk menerapkan strategi tersebut.
e. Penghargaan terhadap Tujuan (Goal Valuation)
Penghargaan seorang siswa terhadap tujuan belajarnya merupakan hal penting untuk membentuk motivasi dan academic self regulation. Saat seorang pelajar menghargai tujuannya dalam bersekolah, maka mereka akan menunjukkan keterlibatan yang lebih baik dan menunjukkan usaha lebih dalam belajar, kemudian dengan sendirinya mereka akan meraih prestasi akademis yang baik (Pintrich dan de Groot; Wigfield, 1994 dalam McCoach dan Siegle, 2003).
Referensi :
- Smith, Emma. 2005. Analysing Underachievement in Schools. New York : Continuum International Publishing Group
- McCoach dan Siegle. 2003. Factors that Differentiate Underachieving Gifted Students from High Achieving Gifted Students. Jurnal Gifted Child Quarterly, Spring 2003 Vol. 47 no. 2. (tersedia di : http://www.gifted.uconn.edu/siegle/publications/GCQDifferentiateUnderachieving.pdf, diakses tanggal 15 Oktober 2013)
- Coil, Carolyn. Motivating Underachievers : Strategies for Success Revised and Expanded Edition. Saline : McNaughton & Gunn, Inc