Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu
tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,
melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang
dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan
siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab,
kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Teams Games Tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh
Davied Devries dan Keith Edward, ini merupakan metode pembelajaran
pertama dari Johns Hopkins. Model pembelajaran ini terbagi dalam
kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa
yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang
etniknya, kemudian siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok
kecilnya. Pembelajaran dalam Teams Games Tournament (TGT) hampir
sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan
sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan
akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu.
Nur & Wikandari (2000) menjelaskan bahwa Teams games tournament
(TGT) telah digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran.
2. Pendekatan Kelompok Kecil dalam Teams Games Tournament
Pendekatan yang digunakan dalam Teams games tournament adalah
pendekatan secara kelompok yaitu dengan membentuk kelompokkelompok
kecil dalam pembelajaran. Pembentukan kelompok kecil
akan membuat siswa semakin aktif dalam pembelajaran. Ciri dari
pendekatan secara berkelompok dapat ditinjau dari segi
1) Tujuan Pengajaran dalam Kelompok Kecil
Tujuan pembelajaran dalam kelompok kecil yaitu;
(a) member kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah secara rasional,
(b) mengembangkan sikap social dan semangat bergotong royong
(c) mendinamisasikan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga
setiap kelompok merasa memiliki tanggung jawab, dan
(d) mengembangkan kemampuan kepemimpinan dalam kelompok
2) Siswa dalam Pembelajaran Kelompok Kecil
Agar kelompok kecil dapat berperan konstruktif dan produktif dalam
pembelajaran diharapkan;
(a) anggota kelompok sadar diri menjadi anggota kelompok,
(b) siswa sebagai anggota kelompok memiliki rasa tanggung jawab,
(c) setiap anggota kelompok membina hubungan yang baik dan
mendorong timbulnya semangat tim, dan
(d) kelompok mewujudkan suatu kerja yang kompak
3) Guru dalam Pembelajaran Kelompok
Peranan guru dalam pembelajaran kelompok yaitu;
(a) pembentukan kelompok
(b) perencanaan tugas kelompok,
(c) pelaksanaan, dan
(d) evalusi hasil belajar kelompok (Dimyati dan Mundjiono, 2006)
3. Komponen dan Pelaksanaan Team GamesTournament (TGT)
dalam Pembelajaran
Ada lima komponen utama dalam TGT yaitu.
1) Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam
penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung
atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat
penyajian kelas ini, siswa harus benar-benar memperhatikan dan
memahami materi yang diberikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat
permainan karena skor permainan akan menentukan skor kelompok.
2) Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai dengan lima orang
siswa. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi
bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk
mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan
optimal pada saat permainan dimulai.
3) Permainan (game)
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk
menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan
belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaanpertanyaan
sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan
mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa
yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor.
4) Pertandingan (turnament)
Untuk memulai turnament masing-masing peserta mengambil nomor
undian. Siswa yang mendapatkan nomor terbesar sebagai reader 1,
terbesar kedua sebagai chalenger 1, terbesar ketiga sebagai
chalenger 2, terbesar keempat sebagai chalenger 3. Apabila jumlah
peserta dalam kelompok itu lima orang maka yang mendapatkan
nomor terendah sebagai reader2. Reader 1 tugasnya membaca soal
dan menjawab soal pada kesempatan yang pertama. Chalenger 1
tugasnya menjawab soal yang dibacakan oleh reader1 apabila
menurut chalenger 1 jawaban reader 1 salah. Chalenger 2 tugasnya
adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 tadi apabila
jawaban reader 1 dan chalenger 1 menurut chalenger 2 salah.
Chalenger 3 tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh
reader 1 apabila jawaban reader1, chalenger 1, chalenger 2 menurut
chalenger 3 salah. Reader 2 tugasnya adalah membacakan kunci
jawaban. Permainan dilanjutkan pada soal nomor dua. Posisi peserta
berubah searah jarum jam. Yang tadi menjadi chalenger 1 sekarang
menjadi reader 1, chalenger 2 menjadi chalenger 1, chalenger 3
menjadi chalenger 2, reader 2 menjadi chalenger 3 dan reader 1
menjadi reader2. Hal itu terus dilakukan sebanyak jumlah soal yang
disediakan guru.
5) Penghargaan kelompok (team recognise)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masingmasing
team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata
skor memenuhi kriteria yang ditentukan.
4. Implementasi Model Pembelajaran TGT
Pengimplementasian yang hal yang harus diperhatikan menurut Nur &
Wikandari (2000) yaitu:
1) Pembelajaran terpusat pada siswa
2) Proses pembelajaran dengan suasana berkompetisi
3) Pembelajaran bersifat aktif (siswa berlomba untuk dapat
menyelesaikan persoalan)
4) Pembelajaran diterapkan dengan mengelompokkan siswa menjadi
tim-tim
5) Dalam kompetisi diterapkan sistem point
6) Dalam kompetisi disesuaikan dengan kemampuan siswa atau dikenal
kesetaraan dalam kinerja akademik
7) Kemajuan kelompok dapak diikuti oleh seluruh kelas melalui jurnal
kelas yang diterbitkan secara mingguan
8) Dalam pemberian bimbingan guru mengacu pada jurnal
9) Adanya sistem penghargaan bagi siswa yang memperoleh point
banyak.
d. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran TGT
Riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran
telah banyak dilakukan oleh pakar pembelajaran maupun oleh para guru
di sekolah. Adanya tinjauan psikologis, terdapat dasar teoritis yang kuat
untuk memprediksi bahwa metode-metode pembelajaran kooperatif
yang menggunakan tujuan kelompok dan tanggung jawab individual
akan meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Dua teori utama yang
mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori motivasi dan teori
kognitif Perspektif motivasional, struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah
situasi di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan
pribadi mereka adalah jika kelompok mereka sukses. Oleh karena itu,
mereka harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun
agar kelompok berhasil dan mendorong anggota satu timnya untuk
melakukan usaha maksimal.
Sedangkan dari perspektif teori kognitif, Slavin (2008) mengemukakan
bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pada pengaruh dari kerja
sama terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Asumsi dasar dari teori
pembangunan kognitif adalah bahwa interaksi di antara para siswa
berkaitan dengan tugas-tugas yang sesuai mengingkatkan penguasaan
mereka terhadap konsep kritik. Pengelompokan siswa yang heterogen
mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi
pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan atau kognitif. Penelitian
psikologi kognitif menemukan bahwa jika informasi ingin
dipertahankan di dalam memori dan berhubungan dengan informasi
yang sudah ada di dalam memori, orang yang belajar harus terlibat
dalam semacam pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi dari materi.
Salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan
materinya kepada orang lain.
Namun demikian, tidak ada satupun model pembelajaran yang cocok
untuk semua materi, situasi dan anak. Setiap model pembelajaran
memiliki karakteristik yang menjadi penekanan dalam proses
implementasinya dan sangat mendukung ketercapaian tujuan
pembelajaran. Secara psikologis, lingkungan belajar yang diciptakan
guru dapat direspon beragam oleh siswa sesuai dengan modalitas
mereka. Hal ini, menerangkan bahwa pembelajaran kooperatif dengan
teknik TGT, memiliki keunggulan dan kelemahan dalam
implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek
psikologis bagi siswa.
Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang
pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa
yang secara implisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan
pembelajaran TGT, sebagai berikut.
1. Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT
memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari
kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas
tradisional.
2. Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka
peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.
3. TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk
rasa harga diri akademik mereka.
4. TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama
verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit)
5. Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi
menggunakan waktu yang lebih banyak.
6. TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja
dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau
perlakuan lain.
Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran
TGT adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan nilai
individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat
penilaian khusus untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa
secara individual.
Metode pembelajaran kooperatif Team Games Tournament (TGT) ini
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Sudjana (2005:10)
dalam Istiqomah (2006), yang merupakan kelebihan dari pembelajaran
TGT antara lain.
1) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas;
2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu;
3) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara
mendalam;
4) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa;
5) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain;
6) Motivasi belajar lebih tinggi;
7) Hasil belajar lebih baik.
Referensi :
Referensi :
- Slavin, Robert. 2008. Cooperative Learning Theory, Research and Practise. Allyn and Bacon Publisher. Boston
- Nur dan Wikandari. 2000. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT. http://www.google.com/2010/12/ Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT.html (diunduh tanggal 25 Maret 2015)