Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam.
Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran
tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi
sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi
feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan diare bila feses
lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau
buang air besar berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes, 2009).
2. Etiologi Diare
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005,
etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab:
1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus 3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium
coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis
4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan
motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan, dll. (Nelson, 2000)
3. Cara Penularan dan Faktor Risiko Diare
Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau
tidak langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger).
Faktor risiko terjadinya diare adalah: 1. Faktor perilaku
2. Faktor lingkungan
Faktor perilaku antara lain:
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan
Makanan Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak
terhadap kuman.
b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit
diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu.
c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum
memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah
membersihkan BAB anak.
d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis Faktor lingkungan antara lain:
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan
Mandi Cuci Kakus (MCK).
b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk.
Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita yang
dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang
gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit
imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak, selain faktor penderita
peranan orang tua dalam pencegahan dan perawatan anak dengan diare
sangatlah penting. Faktor yang mempengaruhinya yaitu umur ibu, tingkat
pendidikan, dan pengetahuan ibu mengenai hidup sehat dan pencegahan
terhadap penyakit. Rendahnya tingkat pendidikan ibu dan kurangnya
pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan perawatan anak dengan diare
merupakan penyebab anak terlambat ditangani dan terlambat mendapatkan
pertolongan sehingga beresiko mengalami dehidrasi. (Kemenkes RI, 2011).
Sementara itu dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) (2007)
terhadap pengetahuan ibu tentang diare didapatkan data bahwa pengetahuan
ibu tentang pemberian paket oralit lebih rendah pada wanita dengan kelompok
umur 15-19 tahun dibandingkan dengan wanita yang lebih tua. Sementara itu
pendidikan ibu mempunyai hubungan yang positif dengan pengetahuan ibu
tentang pemberian paket oralit.
4. Klasifikasi Diare
Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Berdasarkan lamanya diare:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive)
selama masa diare tersebut (Suraatmaja, 2007).
2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
a. Diare sekresi (secretory diarrhea)
b. Diare osmotik (osmotic diarrhea)(Suraatmaja, 2007)
5. Patofisiologi Diare
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme
dibawah ini:
1. Diare sekretorik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari
usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis
ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini
akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum (IDAI ,
2011). 2. Diare osmotik
Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus
halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik
malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus missal pada
defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa (IDAI , 2011).
3. Malabsorpsi asam empedu dan lemak
Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle
empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati (IDAI , 2011).
4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+ K
+
ATPase di enterosit dan absorpsi Na+
dan air yang abnormal (IDAI , 2011)
5. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal
Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus
sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebabnya
antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid (IDAI , 2011).
6. Gangguan permeabilitas usus
Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan
adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus (IDAI ,
2011).
7. Diare Inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, Tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit,
mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe
diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik (Juffrie, 2010).
8. Diare infeksi
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut
kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif (merusak
mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang
disekresikan oleh bakteri tersebut (IDAI , 2011).
Referensi :
Referensi :
- IDAI. 2011. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi jilid 1. Jakarta : Badan Penerbit IDAI
- Juffrie. 2010. Gastroenterologi-hepatologi, jilid 1. Jakarta: Badan penerbit IDAI
- Suraatmaja, S. 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto
- Nelsson, W. E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. edisi 15 (Wahab, A. S., Penerjemah). Jakarta: EGC.