Epidemiologi Diare

Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada anak dibawah umur lima tahun (balita) di dunia sebesar 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare, dimana sebahagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang (Parashar, 2003). Berdasarkan laporan WHO, kematian karena diare di negara berkembang diperkirakan sudah menurun dari 4,6 juta kematian pada tahun 1982 menjadi 2,5 juta kematian pada tahun 2003 (WHO, 2003).

Berdasarkan Studi Basic Human Service (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah, (i) setelah buang air besar 12%, (ii) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14 %, (iv) sebelum memberi makan bayi 7%, dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6%. Sementara itu studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50% dari air tersebut mengandung Eschericia coli. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angkakejadian diare di Indonesia. Hal ini terlihat dari angka kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 per 1.000 penduduk pada semua umur dan 16 propinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52 (Depkes RI, 2010).

Epidemiologi penyakit diare, adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005). 

a. Penyebaran Kuman

Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4/6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.

b. Faktor Penjamu

Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa faktor pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan lamanya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi, campak, immunodefisiensi, dan secara proporsional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.

c. Faktor Lingkungan dan Perilaku

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan Penyakit diare.

Referensi :

Depkes RI. 2010. Rakernas: Tingkatkan Sinergi Dan Koordinasi Pusat Dan Daerah. Jakarta