Hepar memiliki fungsi vital dalam detoksikasi bahan toksik. Hal ini
menyebabkan hepar menjadi sering terpapar dengan zat–zat toksik yang
mengakibatkan kerusakan sel hepar (Anshor dkk., 2013). Kerusakan hati
dapat meliputi struktur maupun gangguan fungsi hati. Kerusakan hati
dapat disebabkan oleh infeksi, virus, obat, trauma, atau karena bahan
kimia alami atau sintetik. Pemaparan oleh berbagai bahan toksik akan
mempertinggi kerusakan hati. Radikal bebas adalah salah satu produk
reaksi kimia dalam sel yang sangat reaktif karena mengandung elektron
yang tidak berpasangan dan dapat menyebabkan kerusakan hati yang
ditandai dengan peradangan akut pada sel–sel hati yaitu terjadinya
steatosis dan nekrosis (Xiaoyue et al., 2007).
Dari sudut pandang patologik, hepar adalah organ yang secara inheren
sederhana dengan berbagai respons yang terbatas terhadap cedera. Apapun penyebabnya, ditemukan lima respon umum hepar terhadap
cedera, yaitu peradangan, degenerasi, nekrosis, fibrosis, dan sirosis
(Kumar dkk., 2007).
a. Peradangan
Cedera hepatosit yang menyebabkan influks sel radang akut atau
kronis ke hepar disebut hepatitis. Serangan terhadap hepatosit hidup
yang mengekspresikan antigen oleh sel T yang telah tersensitisasi
merupakan penyebab umum kerusakan hepar. Peradangan mungkin
terbatas di saluran porta atau mungkin meluas ke parenkim (Kumar
dkk., 2007)
b. Degenerasi
Kerusakan akibat gangguan toksik atau imunologis dapat
menyebabkan hepatosit membengkak, tampak edematosa, dengan
sitoplasma iregular bergumpal dan rongga–rongga jernih yang lebar. Selain itu, bahan empedu yang tertahan dapat menyebabkan hepatosit
tampak membengkak seperti berbusa degenerasi busa. Akumulasi
butiran lemak di dalam hepatosit disebut steatosis. Butir–butir halus
yang tidak menyebabkan nukleus tergeser disebut steatosis
mikrovesikular dan ditemukan pada keadaan–keadaan seperti penyakit hati alkoholik, sindrom Reye, dan perlemakan hati akut pada
kehamilan (Kumar dkk., 2007).
c. Nekrosis
Pada nekrosis, tersisa hepatosit yang mengalami mumifikasi dan kurang
terwarnai, umumnya akibat iskemia atau nekrosis koagulasi. Kematian
sel yang bersifat toksik atau diperantarai oleh sistem imun terjadi melalui
apoptosis, yang hepatositnya menjadi ciut, piknotik, dan sangat
eosinofilik. Selain itu, hepatosit dapat mengalami pembengkakan
osmotik dan pecah yang disebut degenerasi hidropik atau nekrosis litik
(Kumar dkk., 2007).
d. Fibrosis
Jaringan fibrosis terbentuk sebagai respons terhadap peradangan atau
gangguan toksik langsung ke hepar. Pengendapan kolagen menimbulkan
dampak permanen pada pola aliran darah hepar dan perfusi hepatosit.
Pada tahap awal, fibrosis muncul di dalam atau sekitar saluran porta atau vena sentralis, atau mengendap langsung di dalam sinusoid. Lambat laun
jaringan fibrosa menghubungkan regio hepar dari porta-ke-porta, porta- ke-sentral, atau sentral-ke-sentral yang disebut bridging fibrosis (Kumar
dkk., 2007).
e. Sirosis
Berlanjutnya fibrosis dan cedera parenkim menyebabkan hepar terbagi–
bagi menjadi nodus hepatosit yang mengalami regenerasi dan dikelilingi
oleh jaringan parut. Jaringan parut ini disebut sirosis (Kumar dkk., 2007).
Referensi :
- Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Robbins buku ajar patologi Edisi ke–7. Jakarta: EGC. hlm. 664-5.
- Anshor T, dominius A, Irwanda, Imiawan MI. 2013. Supresi Ekspresi CYP1A1 dan CYP1A2 pada hepatocelluler carcinoma melalui potensi formula herbal terkombinasi Gynura procumbens dan kulit jeruk pontianak (Citrus nobilis var. Microcarpa) sebagai agen kemopreventif keganasan hepar. IMKU. 2(1): 1–11.
- Xiaoyue P, Hussain FN, Iqbal J, Feuerman M, Hussain MM. 2007. Inhibiting proteasomal degradation of microsomal trigliseride transfer protein prevents CCl4–induced steatosis. JBC papers. 282(23): 17078–89.